Minggu, 08 November 2009

PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM

PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM

Oleh : Tohirin

I. PENDAHULUAN

Islamisasi tidaklah berarti menempatkan berbagai tubuh ilmu pengetahuan dibawah masing-masing dogmatis atau tujuan yang berubah-ubah, tetapi membebaskannya dari belenggu yang senantiasa mengungkungnya. Islam memandang semua ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang kritis, yakni universal, penting dan rasional. Ia ingin melihat setiap tuntutan melampaui teks hubungan internal, akan sesuai dengan realitas, meninggikan kehidupan manusia dan moralitas. Karenanya, bidang-bidang yang telah kita islamisasikan akan membuka halaman baru dalam sejarah semangat manusia dan lebih menekankan kepada kebenaran.

Antropologi seperti semua disiplin ilmu pengetahuan lainnya, harus membebaskan dirinya dari visi yang sempit. Ia harus mempelajari sesuatu yang baru, sederhana, tetapi kebenaran yang primordial dari semua ilmu pengetahuan yaitu kebenaran pertama Islam.

II. PERUMUSAN MASALAH

· Bagaimanakah antropologi sebagai bidang ilmu humaniora?

· Tentang ilmu-ilmu bagian dari antropologi

· Tentang signifikasi antropologi sebagai pendekatan studi Islam

III. PEMBAHASAN

A. Antropologi Sebagai Bidang Ilmu Humaniora

Antropologi adalah sebuah ilmu yang didasarkan atas observasi gartisigasi yang luas tentang kebudayaan, menggunakan data yang terkumpul, dengan menetralkan nilai, analisa yang tenang (tidak memihak) menggunakan metode komgeratifi.

Tugas utama antropologi, studi tentang manusia adalah untuk memungkinkan kita memahami diri kita dengan memahami kebudayaan lain. Antropologi menyadarkan kita tentang kesatuan manusia secara esensial, dan karenanya membuat kita saling menghargai antara satu dengan yang lain.

Definisi yang lain antropologi adalah studi tentang manusia dalam semua aspek meskipun sebagian besar antropologi telah menulis seolah-olah mereka mampu, secara keseluruhan antropologi sosial telah mengkonsentrasikan dirinya mempelajari manusia dalam aspek sosialnya, yakni hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat yang hidup. Tentu saja antropologi tertarik kepada manusia karena mereka adalah bahan mentah dimana dia bekerja sebagai seorang antropologi sosial, bagaimanapun perhatian utamanya adalah dengan apa manusia ini berbagi dengan yang lainnya. Mereka mengkonsentrasikan diri mereka utamanya terhadap hal-hal yang bersifat kebiasaan dan secara relatif mempertahankan ciri-ciri masyarakat dimana mereka terjadi.

Sedangkan Humaniora atau Humaniteis adalah bidang-bidang studi yang berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia dan berusaha menambah martabat kepada penghidupan dan eksistensi manusia menurut Elwood mendefinisikan “Humaniora” sebagai seperangkat dari perilaku moral manusia terhadap sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem, namun sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama, filsafat, sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan humaniora adalah memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi manusiawi.

Jadi antara antropologi dan humaniora hubungannya sangat erat yang kesemuanya memberikan sumbangan kepada antropologi sebagai kajian umum mengenai manusia. Bagi para humanis, bahan antropologis juga sangat penting. Dalam deskripsi biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli etnografi tradisional biasanya merekam sebagai macam mite dan folktale, menguraikan artifak, musik dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali juga menjadi subjek analisa bagi para humanis dengan menggunakan alat-alat konseptual mereka sendiri.

B. Ilmu-Ilmu Bagian Dari Antropologi

Di universitas-universitas Amerika, antropologi telah mencapai suatu perkembangan yang paling luas ruang lingkupnya dan batas lapangan perhatiannya yang luas itu menyebabkan adanya paling sedikit lima masalah penelitian khusus ;

1. Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (evolusinya) secara biologis.

2. Masalah sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tumbuhnya.

3. Masalah sejarah asal, perkembangan dan persebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia.

4. Masalah perkembangan persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.

5. Masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di seluruh bumi masa kini.

Sehubungan dengan pengkhususan kedalam 5 lapangan tersebut, ilmu antropologi juga mengenal lain-lain bagian, yaitu :

a. Paleo – Antropologi ( kedua-duanya disebut antropologi fisik dalam arti luas )

b. Antropologi fisik

c. Etno linguistic

d. Grehistori ketiga-tiganya disebut antropologi budaya

e. Etnologi

Paleo-Antropologi adalah ilmu bagian yang meneliti soal asal-usul atau soal terjadinya evolusi makhluk manusia dengan mempergunakan bahan penelitian sisa-sisa tubuh yang telah membantu dan tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi.

Antropologi fisik; dalam arti khusus adalah bagian dari ilmu antropologi yang mencoba mencapai mata pengertian tentang sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya yang memakai sebagai bahan penelitian, baik fenotipik atau genotipiknya.

Antropologi Fisik Disebut Juga Somatologi

Etno Linguistik atau Antropologi Linguistik adalah suatu ilmu antropologi yang pada asal mulanya erat-erat bersangkutan dengan ilmu antropologi bahkan penelitiannya yang berupa daftar-daftar kata-kata, penulisan tentang cara dan tata bahasa dari beratus-ratus bahasa suku bangsa yang tersebar diberbagai tempat dimuka bumi ini, bertumpu bersama-sama dengan bahan kebudayaan suku bangsa.

Prehistori mempelajari sejarah perkembangan dan persebaran semua kebudayaan manusia dibumi dalam zaman manusia mengenal huruf. Dalam ilmu sejarah, diseluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia dimulai saat terjadinya makhluk manusia, yaitu kira-kira 800.000 tahun lalu hingga sekarang dibagi kedalam dua bagian:

1. Masa sebelum manusia mengenal huruf yang dalam ilmu pengetahuan disebut zaman prehistoris (sebelum sejarah).

2. Masa setelah manusia mengenal huruf disebut zaman historis (sejarah).

Etnologi adalah ilmu bagian yang mencoba mecapai pengertian mengenai asas-asas manusia, dengan mempelajari kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mungkin suku bangsa yang tersebar diseluruh muka bumi pada masa sekarang ini.

Descriptive integration dalam etnologi mengolah dan mengintrogasikan menjadi satu hasil-hasil penelitian dari sub-sub ilmu antropologi fisik, etnolinguistik, ilmu prehistoris dan etnografi. Descriptive integration selalu mengenai suatu daerah tertentu. Bahkan keterangan pokok yang diolah kedalam descriptive integratiom dari daerah itu adalah terutama bahan keterangan etnografi; sedangkan bahan seperti fosil (bahan dari galeoantropologi), ciri ras (bahan dari samatologi), artefak (bahan dari prehistoris) bahasa likal (bahan dari etnolinguistik), diolah menjadi satu dan diintegrasikan menjadi satu dengan etnografi tadi.

C. Signifikasi Antropologi Sebagai Pendekatan Studi Islam

Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.

Penelitian antropologi yang Grounded Research, yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya. Seorang peneliti datang ke lapangan tanpa ada prakonsepsi apapun terhadap fenomena keagamaan yang akan diamatinya. Fenomena-fenomena tersebut selanjutnya diinterpretasi dengan menggunakan kerangka teori tertentu. Misalnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Geetz tentang struktur-struktur sosial di Jawa yang berlainan.

Struktur-struktur sosial yang di maksud adalah Abangan (yang intinya berpusat dipedesaan), santri (yang intinya berpusat di tempat perdagangan atau pasar), dan priyayi (yang intinya berpusat di kantor pemerintahan, dikota). Adanya tiga struktur sosial yang berlainan ini menunjukkan bahwa dibalik kesan yang didapat dari pernyataan bahwa penduduk Mojokuto itu sembilan puluh persen beragama Islam. Tiga lingkungan yang berbeda itu berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu dan Islam di Jawa yang telah mewujudkan adanya Abangan yang menekankan pentingnya aspek-aspek animistik, santri yang menekankan pentingnya aspek-aspek Islam dan priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu.

Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat diketahui bahwa model penelitian yang dilakukan Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif.

IV. KESIMPULAN

1. Antropologi dan ilmu Humaniora adalah suatu hubungan yang sangat erat serta keduanya saling mendukung.

2. Bagian-bagian ilmu Antropologi antara lain :

· Paleo-Antropologi

· Antropologi fisik

· Etno linguistik

· Grehistori

· Etnologi

V. PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar dan tahu betul dalam makalah ini masih banyak kekurangannya. Maka dari itu, sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Akbar S. Drs. Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah

Ahmad. Akbar S. Dr, Kearah Antropologi Islam, Jakarta: Media Da’wah, hlm. 5-9

Ibid, hlm. 12

Ibid, hlm. 23

Ibid, hlm. 129

Bets F. Hoselitz, ed, Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1988, hlm. 87

Hoselitz, Bets F, Panduan Dasar Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1988

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru, 1980, hlm. 24-28

Noto. Abuddin, Prof. Dr. H M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 35

Noto Abuddin, Prof. Dr. H. M.A., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004

Sulaeman, Munandar, MS Drs. M, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Erosco, 1993

Sulaeman. M. Munandar, Ir. Drs MS, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT. Erosco, 1993, hlm. 152-154

GERAKAN PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA NURCHOLISH MADJID

GERAKAN PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA

NURCHOLISH MADJID

Oleh :Tohirin

PENDAHULUAN

Perkembangan kesadaran keagamaan umat Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari munculnya gerakan pembaruan pemikiran sejak abad ke 19 lalu.Istilah gerakan yang disebut “pembaruan” ini memberi arah dan perspektif keagamaan yang relative berbeda dari pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah.Salah satu ciri utamanya adalah kuatnya pembaruan antara nilai-nilai keislaman dengan tradisi local.Pembaruan itu terjadi akibat proses dialog antara nilai-nilai keislaman dengan kebutuhan modernitas dan aktualisasi zaman umat lewat cara damai (penetration pacifigure) dan mengedepankan konsesi-konsesi budaya masyarakat setempat.1

Dalam periodesasi gerakan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia,ketidak selarasan antara patokan agama yang suci dengan kebiasaan adat yang menyimpang dari syariah Islam,desakan kolonialisme,dan dominannya kekuasaan negra menjadi factor-faktor penentu secara structural.Secara cultural,periodesasi sejarah kesadaran keagamaan umat Islam Indonesia sebagamana disebutkan Kuntowijoyo (1999) terbagi menjadi tiga tingkat,mitos,idiologi dan ilmu.2

Bagamananpun,sebuah perubahan social tidak bisa dilepaskan dari adanya kekuatan sejarah seperti adanya mobilitas social (social mobility) saja,tapi juga adanya minoritas kreatif (creative minority) dan pribadi kreatif (creative personality) sebagai inisiatornya.Dalam makalah ini lebih ditunjukan kepada pribadi kreatif itu yakni kepada cendekiawan Muslim yang berusaha mempersempit kesenjangan antara “idial Islam” dengan Islam histories; atau antara Islam dalam teori dan Islam dalam praktek.3 Namun,secara keseluruhan gerakan pemikiran itu bermula dari renungan dan pemahaman akan pentingnya kekuatan psikologis (psychological striking force) guna mendobrak kemandegan cara pandang umat terhadap masalah aktual yang dihadapinya.

Sebagai seorang cendekiwan Muslim Indonesia ternama,pemikiran Nurcholish Madjid telah mempengaruhi sebagian besar pemahaman keislaman masyarakat Indonesia.Masyrakat Indonesia lebih mengenalnya berkat pidato dalam pertemuan silaturohim pemuda Islam yang tergabung dalam organisasi seperti,HMI,GPI,dan PII .”Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”, merupakan pidato penting sekaligus tonggak perubahan pemikiran keislamannya dalam pertemuan tersebut.Ada dua momen sejarah penting sehubungan pidatonya tanggal 3 Januari 1970 itu.Pertama,berakhirnya periodesasi sejarah gerakan pembaruan pemikiran Islam modernisme dan munculnya periodesasi neo-modernisme.Kedua,muali berkuasanya pemerintahan Orde Baru yang secara terang tak mau mengakomodir kepentingan politik Islam.Dalam dua konteks itu,Nurcholish Madjid menyampaikan dalam pidato 3 Januari 1970 tersebut ungkapkan; Islam,Yes,Partai Islam,No,serta menganjurkan sekularisasi pemahaman keislaman masyarakat Muslim Indonesia.4

Pertanyaan utama dalam makalah ini adalah bagaimana meletakan pemikiran keislaman Nurcholish Madjid dalam dinamika (rekontruksi) sejarah pemikiran umat Islam di Indonesia sehubungan dengan persoalan empiric menyangkut negara termasuk didalamnya masalah dasar negara,pluralisme masyarakat,dan cita-cita keadilan social.Batasan akhir dari penulisan ini tahun 2004 diambil karena menjadi antiklimaks pemikiran Nurcholish Madjid dari seorang pemikir idialis ke praktis politikn lewat pencalonan dirinya sebagai presiden dalam Konvensi Partai Golkar.5

GERAKAN PEMBARUAN PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID

Nurcholish Madjid lahir di Jombang,Jawa Timur 17 Maret 1939 dan wafat 29 Agustua 2005 karena sakit.Ia merupakan anak terua pasangan K.H.Abdul Madjid dan Fathonah.Keluarga ini memiliki hubungan erat dengan pemimpin NU,K.H.Hasyim Asy’ari.

Nurcholish Madjid sejak umur 6 tahun telah belajar agama dengan sang ayah di Madrasah Wathaniyah milik mereka dan Sekolah Rakyat di kampungnya.Setamat SR tahun 1952,untuk sementara ia belajar ke Pesantren Darul Ulum di Rojoso yang berhaluan tradisional.Namun perkembangan politik tajun 1952 dengan keluarnya NU dari Masyumi berdampak pada pergaulannya di Darul Ulum.

K.H.Abdul Madjid yang teguh menjalankan wasiat K.H.Hasyim Asy’ari bahwa Masyumi satu-satunya partai umat Islam,berada dalam dilemma politik apakah tetap di Masyumi atau menyebrang ke NU yang dihuni sebagian besar para ulama tradisional yang juga para sahabatnya.Tapi,akhirnya ia memutuskan ibertahan dim partai modernis ini,begitu juga sang istri yang menjadi juru kampanye partai tahun 1955.6

Akibat dari sikap politik yang bersebrangan ini keluarga Nurcholish Madjid dimusuhi oleh sebagian besar keluarga besar NU dan dikucilkan dari pergaulan sekitarnya.Namun ,”dengan cara itulah saya belajar memahami perbedaan pendapat.Asalkan kita yakin pendapat itu benar,jangan takut”,demikian disampaikan Nurcholish Madjid.7 Meskipun begitu,berbagai ejekan dan ledekan sebagai “anak Masyumi kesasar” melukai hatinya dan ini menyebabkan kedua orang tuanya memindahkan sang anak kesekolah lain yang dianggap berhaluan Masyumi,dan pilihan itu jatuh ke Pesantren Darussalam Gontor,Ponorogo,Jawa Timur tahun 1955.8

Gontor memberi Nurcholish Madjid suasana yang lebih liberal,baik dalam memilih penghayatan keagamman NU atau Muhammadiyah maupun dalam partisan politik.Di Pesantren ini juga ia berkenalan dengan system pemahaman Fiqih yang bersifat komparasi antar mazhad.9 Pengayaan bahasa yang tak hanya Arab, tapi juga Inggris, Perancis menjadi menjadi pintu masuk pengetahuanya terhadap literature-literatur modern dan membuka horizon pemikirannya terhadap berbagai tema dunia modern.

Kepergianya belajar ke Chicago University,AS,melanjutkan studi dengan belajar kepada Fazlur Rahman tahun 1978,menjadi titik pengukuhannya sebagai salah satu pemikir neo-modernisme di Indonesia dengan meraih gelar doctor di bidang filsafat Islam tahun 1984.10

Secara keagamaan dan cultural,Nurcholish Madjid tumbuh dan berkembang di lingkungan tradisi ke-NU-an.Kondisi sosial semasa kecilnya bisa dikatakan tak banyak mempengaruhi kepribadian ataupun pemikirannya di kemudian hari.Ia tidak mengalami apa makna penjajahan,baik Belanda atau Jepang,sekalipun mengalami masa pendudukan tahun 1942 – 1945 di waktu berusia 6 tahun.Selain itu,ikatan emosional dan romantisme dirinya terhadap revolusi tidak dialaminya secara dalam dan intens.Gelora patriotisme revolusi pisik (1945-1949) keburu berakhir ketika ia menyadari realita lingkungannya.Eksistensi Nurcholish Madjid sendiri terutama dibentuk oleh kondisi social politik system Orde Lama dan Orde Baru.Kedua system pemerintahan inilah yang menjadi basis dan latar belakang lahirnya pemikiran-pemikirannya,dan hal itu tak bisa dilepaskan dari bagaimana meletakan Islam sebagai agama,cita-cita,dan nilai dalam kerangka negara Indonesia.

Dari sudut cultural maka “panggung politik”,yang merupakan konteks social histories dari aktivitas Nurcholish Madjid,dapat pula ditandai oleh adanya tiga gejala intelektual yang tengah berkembang.Pertama,”keletihan intelektual” yang dihadapi oleh tokoh tua Muslim semacam Natsir,Roem,Hamka dan lain-lain dalam memperjuangakn Negara Islam dan Idiologi Islam.Maka dari itu,cukup dimengerti kritikan terhadap pembaruan pemikiran Nurcholish Madjid tahun 1970-an yang mengusung ide sekulerisasi. Sebelum 1970,sebagian umat Islam,lewat bekas pemimpin-pemimpin Masyumi seperti Natsir,roem,Prawoto berada dalam suasana frustasi oleh perlakuan Orba.Gagalnya rehabilitasi Masyumi,dan kooptasi pemerintah terhadap Parmusi yang mereka harapkan dapat menjadi saluran politik baru,telah memudarkan harapan mereka selama satu das warsa lebih menciptakan masyarakat Islam Indonesia atau lazim disebut Negara Islam Indonesia.Di tengah kondisi perpolitikan nasional yang tidak menguntungkan mereka tersebut,dan pencanangannya program pembangunan yang sekuler sebagai orientasi baru Negara yang mengganti peran idiologi dimana Orba merangkul kelompok-kelompok intelektual Kristen bentukan Ali Murtopo,maka dapat dipahami,di tengah rasa frustasi yang mendalam,sekulerisme dengan segala percabangannya - seperti sekularisasi- ,tetapi memiliki makna pemisahan agama dari Negara menjadi isu sensitive.

Kedua, munculnya antusiasme beragama di kalangan muda Muslim perkotaan. Kemunculan mereka lebih sebagai bagian dari merumuskan bentuk-bentuk ritual dan seremonial keagamaan yang lebih sahih tanpa mencantelkan diri kepada lembaga-lembagan keagamaan mapan personal ulama yang memiliki otoritas ortodoks.Mereka ini berasal dari kelompok santri di luar institusi pendidikan agama Islam resmi semacam pesantren,madrasah atau IAIN.

Ketiga,seiring perkembangan kota,nilai-nilai modernisasi menjadi salah satu daya tarik makna hidup perkotaan.Salah satu cirri utama keberagamaan di era modern oleh masyarakat perkotaan adalah dikotomi antara kemajuan dan kekolotan dan aktualisasi sosial diantara pemeluk agama.

Dalam tiga sosio histories itulah Nurcholish Madjid merasa perlu merevisi pemahaman dan cita sosio-politik Amat Islam dengan pandangan pada ajaran Islam bernilai universal,bersikap terbuka dalam beragama,Islam sebagai agama kemanusiaan dan Islam sebagai agama peradaban.Nilai universal Islam adalah ajaran atau dogma yang memandang bahwa pada dasarnya agma manusia diseluruh alam sama,yakni Al Islam.Al Islam merupakan sikap kepasrahan dan ketundukan sepenuhnya pada Allah sebagai agama manusia sepanjang masa.11 Kepasrahan sepenuhnya pada Allah ini merupakan hasil pencarian kebenaran secara murni dan tulus (hanif).12 Kepasrahan dalam ber-Islam,termanifestasi pada prilaku umat Islam lewat adanya sikap terbuka dalam beragama.

Sikap terbuka ini merupakan penerapan suatu system alternative dalam beragama dengan menekankan toleransi dan kebebasan beribadat,penghargaan kepadawarisan budaya kelompok-kelompok lain dan hak sah pribadi,sikap positif terhadap ilmu pengetahuan,dan kehidupan bebas tahayul.13Penerapan prilaku ini menurut Nurcholish Madjid pada dasarnya terletak pada kesadaran realita plural masyarakat Indonesia.Kesadaran ini sekaligus merupakan nilai positif dan rahmat Tuhan kepada umat Muslim sebagai perangkat guna mendorong pengayaan budaya bangsa sebagai pertailan sejati kebhinekaan dalam ikatan keadaban.14

Nilai Islam sebagai agama kemanusiaan menurut Nurcholish Madjid sejajar dengan cita-cita kemanusiaan universal.Pada dasarnya manusia dalam pandangan Islam hádala baik dan tercipta secara fitrah atau asal suci bersih.15 Ekpresi kepasrahan kepada Yang Maha Cinta (Allah) sebagai keimanan yang personal mesti mewujud dalam sikap cinta sesame manusia sebagai bentuk nilai keuniversalan.Memahami nilai kemanusiaan dalam Islam ini tidak bisa dilepaskan dari makna pidato terakhir Nabi Muhammad saw dalam haji perpisahan (haji wada).16

Menurut pidato perpisahan Nabi merupakan ringkasan aspek etis atau moral dari nilai keislaman mengenai kehidupan bersama dalam wahana politik modern (Negara).Pidato ini sendiri memuat lima prinsip pokok dimensi kemanusiaan dalam Islam,yakni prisip persamaan manusia,hak asasi manusia,tanggung jawab individual,anti penindasan,persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan.Penjabaran makna Pidato Perpisahan nabi Muhammad saw itu dipercayai Nurcholish Madjid mempunyai nilai kemanusiaan sama nilainya dengan sepuluh Perintah Tuhan (Musa as) dan Khutbah di Bukit (Isa as).17 Maka dari itu Nurcholis Madjid memahami bahwa,:

“Barangsiapa merugikan seorang pribadi,seperti membunuhnya,tanpa alasan yang sah maka ia bagaikan merugikan seluruh umat manusia.Dan barangsiapa berbuat baik kepada seseorang,seperti menolong hidupnya,maka ia bagaikan berbuat baik kepada seluruh umat manusia”.18

Al Qur’an sebagai landasan pokok agama Islam juga menurutnya memberi landasan primer ajaran kemanusiaan di atas.Hal tersebut bias dilihat pada QS.Al Maidah ayat 23-27 dan dirumuskan dalam bentuk istilah Nurcholis Madjid “sepuluh wasiat Allah”.Sepuluh wasiat Allah dirangkum Nurcholis Madjid yakni pertama,tidak musyrik atau menyekutukan Allah dengan yang lainnya, kedua,berbuat baik kepada orang tua, ketiga,jangan membunuh keturunan atas kepentingan duniawi, keempat,menjauhi kejahatan baik yang lahir maupun batin, kelima,jangan membunuh manusia tanpa alasan yang haqq (yang dibolehkan agama), keenam,jangan berdekatan dengan harta anak yatim,kecualilewat cara-cara yang baik,ketujuh,jujur dalam hal jual beli, kedelapan,berlaku yang jujur atau adil meski mengenai kerabat sendiri, kesembilan,penuhi janji kepada Allah, kesepuluh,ikutilah jalan lurus dengan teguh (istiqomah).19

Islam sebagai agama peradaban,lebih terarah pada penghayatan iman dalam prilaku sosial setiap muslim.Ajaran Islam mewujud nyata secara etis dan moral dalam prilaku individu.Dalam kontek sebagai agama peradaban,umat Islam tidak boleh bersifat formalistik ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya,tetapi lebih mementingkan sisi substansial ajaran agamanya secara etis.20

Secara stuktural,”panggung publik” Nurcholish Madjid terbentuk oleh dua kenyataan histories.Pertama ialah runtuhnya system Orde Lama dan naiknya Orde baru yang memakai paradigma consensus,dimana Negara menjadikan dirinya sebagai personifikasi bangsa dan meniadakan peran masyarakat.21 Lebih dari itu,Orde Baru pun memberlakukan perbedaan sebagai hal yang perlu direduksi dengan adanya “penyeragaman nilai” atau the homogenization of all values.Idiologi untuk waktu yang cukup lama menjadi “panglima” diganti oleh kata “pembangunan” dan diatasnyapun terpampang sebuah rangka yang disebut “kestabilan” Bagi para “idiolog” Orde Baru,pembangunan akan berjalan dengan baik jika didasarkanadanya stabilitas nasional,baik dalam hal politik,ekonomi,budaya,bahkan pemikiran.Dan atas nama stabilitas nasional itu pula konflik atau perbedaan pemikiran menjadi hal tabu dan terlarang,apalagi perbedaan itu menyangkut kepentingan pengusa rezim.

Kedua, pertumbuhan kota sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya makin mengukuhkan jalinan perubahan structural dalam masyarakat,kehidupan kota dengan segala corak diferensiasi dan spesialis kerja,tingginya tingkat mobilitas geografis,dan berjamurnya sekolah-sekolah serta pusat-pusat pendidikan.

Kota seperti Jakarta,misalnya,bahkan telah menjadi miniature Indonesia,tempat segala jenis suku bangsa bertemu dengan segala kepentingan dan kebutuhan.Pembangunan kota yang telah dimulai sejak awal abad ke 20 di masa Orde Baru makin menggemerlapkan dirinya dengan pembangunan yang bersifat fisik,sehingga makin menggeser peran komunitas pedesaan sebagai tempat berlangsungnya perubahan arena tuntutan akan lahan dan tenaga kerja.

Situasi peralihan dan perubahan masyarkat yang bersifat structural ini adalah dua dinamika yang saling berkaitan.Dan dari dua situasi itu juga,Nurcholish Madjid meletakan pemikirannya pada pemahaman akan keindonesiaan an sich,jauh dari apa yang diperjuangkan kelompok Islam di konstituante atau di jalur pembangkangan seperti DI/TII di Jawa Barat atau di Aceh.Bagi Nurcholish Madjid keindonesiaan berjalan beriringan dengan Islam yang menyediakan bahan tanpa batas kepada pengisian nyata nilai-nilai Pancasila.Pancasila sebagai dasar filosofi bernegara memberikan kerangka konstitusional bagi pelaksanaan nilai-nilai keislaman di Indonesia,sehingga relevan dengan masalah bangsa dan Negara.22 Ada dua masalah utama dalam hal ini menurutnya ; demokrasi dan keadilan sosial.

Prisip keadilan sosial berkaitan dengan adanya keadilan ekonomi. Prinsip utama keadilan ekonomi adalah memandang kebebasan positif yang berarti kesamaan hak-hak warga Negara terhadap kondisi social dan material setiap individu sebagai syarat bagi pengembangan dirinya.23 Cita-cita keadilan sosial dalam Negara terkait erat dengan persoalan ekonami kerakyatan.24 Ketidakadilan ekonomi menyebabkan kemiskinan yang parah. Kemiskinan mengakibatkan degradasi moral sehingga membahayakan bagi suatu masyarakat.Islam dalam pandangan Nurcholish Madjid banyak mengajarkan pembelaan terhadap kaum miskin ini.Ide pokok dari pembelaan terhadap kaum lemah ekonomi tersebut ialah bagaimana menghilangkan kemiskinan sebagai akibat dari kesenjangan ekonomi antara sikaya dan si miskin.25

Kesenjangan ekonomi merupakan akar dari kesenjangan sosial. Islam mengajarkan bahwa tidak boleh terjadi penumpukan kekayaan pada segelintir orang,dan menghendaki pemerataan terhadap sumber daya ekonomi untuk kepentingan bersama.26Pelaksanaan prinsip keadilan sosial,yang menjadi tujuan akhir bernegara di Indonesia menghendaki adanya pembagian kekayaan nasional yang lebih merata.27

Catatan kaki :

1Lebih jelas lihat Cliffort Gertz dalam Penjaja dan Raja: Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1977).

2 Pertama, perkembangan kesadaran keagamaan umat (itu) tidak merupakan evolusi yang lurus, artinya yang kemudian tidak menggantikan yang lebih dulu, tetapi tumpang-tindih (overlapping). Kedua, tahapan terakhir masih di tangan pribadi dan minoritas kreatif, sebagaimana dahulu gerakan modernis menjadi minoritas di tengah-tengah umat tradisionalis. Ketiga, perkembangan kesadaran keagamaan umat ditentukan oleh mobilitas sosial, tidak oleh kekuasaan politik. sKeempat, politik sama sekali tidak berperan. Lihat Kuntowidjojo, “Periodesasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam Indonesia: Mitos, Ideologi dan Ilmu”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta: UGM, 2001).

3 Amien Rais, “Kata Pengantar”, dalam John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-Masalah ( Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm. xiii.

4 Selain itu, tesis ketiga dari pemikiran Nurcholish Madjid adalah penolakan terhadap konsep Negara Islam. Tiga tesis dasar dari pemikirannya tersebut mengalami dinamika selama 34 tahun kiprahnya sebagai tokoh utama gerakan pembaruan pemikiran Islam kontemporer.

5 Salah satu penggerak utama dari JIL adalah Ulil Absar Abdalla. Ketokohannya dalam JIL seakan memudarkan pamor lembaga ini sendiri, bahkan bicara tentang Ulil maka akan menyangkut JIL dan begitu juga sebaliknya.

6Dedy Djamaludin dan Idi Subandi Ibrahim, Zaman baru Islam (Bandung: Zaman, 1998), hlm. 123.

7Wawancara dengan Femina, 3 Juli 1999.

8 Dedy Djamaludin dan Idi Subandi Ibrahim, op.cit., hlm. 123.

9 Wawancara dengan Femina 3 Juni 1999.

10 Gerg Barto, op.cit., hlm. 85.

11 Nurcholish Majid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 23.

12 Nurcholish Madjid, “Beberapa Renungan Kehidupan Keagamaan Untuk generasi Mendatang”, dalam Edy A. Effendy, Dekonstruksi Islam (Bandung: Zaman, 1999), hlm. 40.

13 Nurcholish Madjid, Cendikiawan dan Religiusitas Masyarakat (Jkt : Paramadina, 1999), hlm. 14.

14 Ibid., hlm. 62-63.

15 Nurcholish Madjid, “Beberapa Renungan Kehidupan Keagamaan …op.cit., hlm. 42.

16 Nurcholish Madjid, “Memahami Kembali Pidato Perpisahan Nabi”, Seri KKA Paramadina Paramadina no. 120/Th.XII/1997.

17 Nurcholish Madjid, “Memahami Kembali Pidato Perpisahan Nabi”, Seri KKA Paramadina Paramadina no. 120/Th.XII/1997.

18 Penegasan Nurcholish Madjid ini diadaptasi dari QS. Al Maidah/5: 32. Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 192-194.

19 Ibid., hlm. 181. “Sepuluh Wasiat Allah” ini dirangkum Nurcholish Madjid yakni, pertama, tidak musyrik atau menyekutukan Allah dengan hal lainnya, kedua, berbuat baik kepada orang tua, ketiga, jangan membunuh keturunan atas dasar kepentingan duniawi, keempat, menjauhi kejahatan baik yang lahir maupun yang batin, kelima, jangan membunuh manusia tanpa alasan yang haqq (yang dibolehkan agama), keenam, jangan berdekatan dengan harta anak yatim, kecuali lewat cara-cara yang baik, ketujuh, jujur dalam hal jual beli, kedelapan, berlaku yang jujur atau adil meski menginai kerabat sendiri, kesembilan, penuhi janji kepada Allah, kesepuluh, ikutilah jalan lurus dengan teguh (istiqamah), Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 181.

20 Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 110.

21 Taufik Abdullah, “Negara, Bangsa dan Masyarakat dalam Pendekatan Kebudayaan”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VI No. 1 Tahun 2004, hlm. 9.

22 Nurcholish Madjid, “Integrasi Keislaman dalam Keindonesiaan”, Seri KKA Paramadina no. 01/Th. I/1986.

23 Carol. C Gould., Demokrasi Ditinjau Kembali (Yogya: Tiara Wacana,1993), hlm. 145-146.

24 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1999)., hlm. 101.

25 Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 62.

26 Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 252.

27 Nurcholish Madjid, Islam Kerakayatan dan Keindonesiaan, op.cit., hlm. 62.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, “Negara, Bangsa dan Masyarakat dalam Pendekatan Kebudayaan”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VI No. 1 Tahun 2004.

Djamaludin, Dedy dan Idi Subandi Ibrahim, Zaman baru Islam (Bandung: Zaman, 1998).

Effendy,Edy A, Dekonstruksi Islam (Bandung : Zaman, 1999)

Gertz, Cliffort,Penjaja dan Raja : Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1977).

Gould, Carol. C, Demokrasi Ditinjau Kembali (Yogya: Tiara Wacana,1993).

Kuntowidjojo, “Periodesasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam Indonesia: Mitos, Ideologi dan Ilmu”, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta: UGM, 2001).

Majid,Nurcholish, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 2002)

Madjid, Nurcholish, “Beberapa Renungan Kehidupan Keagamaan.

Madjid, Nurcholish, Cendikiawan dan Religiusitas Masyarakat (Jkt : Paramadina, 1999) Madjid,Nurcholish, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999)

Madjid, Nurcholish, Dialog Keterbukaan (Jakarta: Paramadina, 1998).

Madjid, Nurcholish, “Integrasi Keislaman dalam Keindonesiaan”, Seri KKA Paramadina no. 01/Th. I/1986.

Madjid, Nurcholish, Islam Agama Kemanusiaan (Jakarta: Paramadina, 1995)

Madjid,Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1999).

Madjid,Nurcholish, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1999),

Madjid,Nurcholish, “Memahami Kembali Pidato Perpisahan Nabi”, Seri KKA Paramadina Paramadina no. 120/Th.XII/1997.

Rais, Amien, “Kata Pengantar”, dalam John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-Masalah ( Jakarta: Rajawali Press, 1995)

DINAMIKA KELOMPOK DAN PROSES KELOMOK ( TERJEMAHAN BEBAS )

DINAMIKA KELOMPOK DAN PROSES KELOMPOK

Dalam literatul jaman dulu tentang bimbingan kelompok, dua istilah yang muncul lagi adalah dinamika kelompok dan proses kelompok. Dinamika kelompok biasanya merujuk pada sikap dan interaksi anggota dan ketua kelompok, proses kelompok merujuk pada tahapan-tahapan kelompok. Tinjauan literatur sekarang menunjukan pentingnya konsep ini, meskipun terminologinya kadang berubah. Dalam bab ini kita akan mendiskusikan dinamika-dinamika kelompok dan proses kelompok seperti yang kita definisikan tadi. Meski beberapa konsep disajikan sederhana, lugas, kita berharap anda akan mencerna makna dan peranan pentingnya.

Dinamika Kelompok

Selain menjelaskan interaksi dan pertukaran energi antara anggota dan antar anggota dengan ketua kelompok, dinamika kelompok juga digunakan untuk menggambarkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam kelompok. Kekuatan ini mungkin bisa nyata atau tersembunyi; kekuatan ini meliputi berbagai hal seperti bagaimana anggota berbicara satu dengan yang lainnya, bagaimana perasaan anggota dengan anggota lainnya, bagaimana perasaan anggota dengan ketuanya, dan bagaimana ketua bereaksi dengan anggotanya. Hal terpenting yang perlu disadari ketua adalah saat dia memimpin kelompoknya ada hal-hal yang perlu diperhatikan dibandingkan hanya dengan pertukaran verbal antar anggota. Hensen dan Warner (1980) berbicara tentang ketua yang memberikan perhatian seksama pada dinamika kelompoknya. Mereka menggambarkan “orang yang penuh semangat dalam kelompok” sebagai seorang yang mengamati “arus-arus kelompok yang deras” yang mempengaruhi para anggota.

Dalam bab yang berjudul “Kekuatan-Kekuatan Terapi dalam Kelompok Bimbingan,” Ohlsen (1977) menjelaskan sejumlah kekuatan yang hampir semua ada di setiap situasi kelompok. Para anggota ingin (1) merasa diterima oleh kelompok; (2) tahu apa yang diharapkan; (3) merasa mereka memiliki; dan (4) merasa aman. Ketika kekuatan ini tidak ada, paraanggota akan cenderung negatif, bermusuhan, terasing, atau apatis. Seorang ketua atau pemimpin akan merasakan kekuatan-kekuatan ini bekerja dengan cara positif bagi kebanyakan, tapi tidak semua, anggota, jadi menciptakan dinamika yang memerlukan perhatian ketua.

Sang ketua dapat menyesuaikan kedalam beberapa dinamika kelompok dengan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini :

- Apakah para anggota nampak suka satu sama lainnya?

- Apakah para anggota nampak merasa nyaman dengan satu sama lainnya?

- Apakah para anggota memiliki perasaan memiliki terhadap kelompok?

- Apakah para anggota nampaknya mengetahui apa yang diharapkan kelompok?

Jika jawabannya “tidak” terhadap pertanyaan-pertanyaan manapun, sang ketua akan melakukan apa yang kita sebut “kekuatan anti terapi” untuk menghadapinya. Pada bab-bab akhir kita akan mendiskusikan cara-cara mengatasi dan menangani kekuatan ini.

Yalom (1985) mendiskusikan dinamika-dinamika kelompok ini dengan mengutip dua belas “faktor penyembuh” berbeda dalam kelompok terapi untuk membantu anggota sembuh.

  1. Altruisme (mengutamakan kepentingan orang lain)
  2. Keterpaduan kelompok
  3. Universalitas
  4. Pembelajaran interpersonal, atau “input”
  5. Pembelajaran interpersonal, atau “output”
  6. Bimbingan
  7. Catharsis (penghilangan emosi)
  8. Identifikasi
  9. Penetapan lagi keluarga (family reenactment)
  10. Pemahaman diri
  11. Harapan
  12. Faktor-faktor eksistensi.

Kami merasakan bahwa dinamika kelompok merupakan kombinasi dari faktor-faktor penyembuh Yalom dan kekuatan terapi Ohlsen. Saat memimpin sebuah kelompok, sangat berguna mempertimbangkan kekuatan apakah yang memihak dan kekuatan apakah yang menentang. Daftar berikut ini menggambarkan duabelas kekuatan yang harus diperhatikan pemimpin dengan seksama, camkanlah bahwa kekuatan-kekuatan ini bisa positif (bersifat terapi) atau negatif (bersifat antiterapi).

  1. Ukuran kelompok
  2. Lamanya pembahasan (session length)
  3. Tata letak/pengaturan (setting)
  4. Komposisi anggota
  5. Tingkat kemauan
  6. Tingkat komitmen
  7. Tingkat kepercayaan
  8. Sikap anggota antar satu dengan yang lain
  9. Sikap anggota dengan ketua / pemimpin
  10. Sikap ketua/pemimpin dengan anggota
  11. Pola interaksi anggota dengan ketua
  12. Tahap kelompok

Ukuran Kelompok

Ukuran kelompok akan tergantung pada tujuan, lamanya waktui tiap pembahasan, tata letak yang ada, dan pengalaman ketua/pemimpin. Kelompok pendidikan biasanya memiliki antara empat sampai dua belas anggota, sementara kelompok diskusi biasanya memiliki antara lima hingga delapan. Biasanya kelompok perkembangan anggota, kelompok sharing yang menguntungkan, dan kelompok terapi mempunyai antara lima hingga delapan anggota, meskipun bisa tiga atau limabelas.

Ukuran kelompok bisa menjadi kekuatan terapi negatif. Jika kelompoknya lebih besar dibandingkan dengan tujuannya, jangka waktu untuk masing-masing sesi / pembahasan, dan keperluan anggota, tiap anggota akan menjadi frustrasi dan kekuatan antiterapi akan berkembang, menyebabkan kelompok kurang efektif. Sering kali, sang pemimpin membentuk kelompok besar untuk kenyamanan atau keperluan tanpa menyadari bahwa kekuatan antiterapi sedang tercipta. Sebaliknya, kelompok yang terlalu kecil, bisa menyebabkan anggota merasakan terlalu banyak tekanan, menyebabkan kekuatan antiterapi yang sama. Karena ukuran kelompok dapat sangat mempengaruhi dinamika kelompok, sang pemimpin sebaiknya berhati-hati denga keputusan.

Jangka waktu Pembahasan (Session Length)

Jika sebuah kelompok bertemu untuk waktu yang terlalu pendek, anggota mungkin merasakan bahwa mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk berbagi, yang menjadi kekuatan antiterapi. Masalah lain yang muncul saat waktu yang ada terlalu pendek adalah kelompok tidak tak pernah benar-benar menyelesaikan banyak atau sharing/berbagi tak pernah menjadi terlalu pribadi. Agar anggota merasa ikut andil dalam kelompok dan satu sama lainnya, waktu yang cukup harus dialokasikan untuk tiap sesi; keputusan ini biasanya diberikan kepada pemimpin kelompok. Kadang ketua/pemimpin akan menunda keputusannya sampai kelompok telah bertemu untuk pertama kalinya, untuk mengetahui beberapa faktor: jenis kelompok, komposisi keanggotaan, keberadaannya dan pengaturan lainnya. Keuntungan memiliki batas waktu bagi kelompok adalah bahwa anggota akan belajar untuk tidak menunggu hingga kelompoknya hampir mendapatkan pokok persoalan.

Mungkin perlu waktu saat ketua dan anggoota memutuskan untuk bertemu dalam jangka waktu yang lebih lama-5 atau 6 jam, atau sepanjang akhir minggu. Untuk pembahasan/diskusi dan kelompok tugas, sesi normal berlangsung 1 hingga 2 jam; ini bisa lebih lama dalam situasi tertentu.

Untuk terapi, dukungan, dan kelompok perkembangan, setidaknya 1 ½ jam—dan biasanya disarankan tidak lebih lama dari 3 jam. Untuk kelompok yang terdiri atas anak-anak, lamanya waktu bisa lebih pendek—hingga kira-kira 30 menit untuk anak-anak yang lebih kecil.

Jika ketua seorang ketua mempunyai kurang dari satu jam yang tersedia, dia akan membuat kelompoknya relatif lebih kecil (tidak lebih dari enam), kecuali jika itu merupakan kelompok pendidikan. Jika kelompoknya lebih besar, beberapa anggota akan mempunyai waktu lebih sedikit untuk berbicara.

Pengaturan/Tata Letak

Ada sejumlah hal yang dipertimbangkan berkaitan dengan dimana kelompok akan bertemu. Satu mungkin cocok. Apakah lokasinya sesuai? Anggota akan cenderung datang secara berkala jika lokasinya mudah diakses. Tentu, pilihan lokasi tidak selalu menjadi kendali ketua, tapi jika ketua yang menentukannya, faktor-faktor yang tepat harus dipertimbangkan.

Pertimbangan lain tentang lokasi adalah privacy ruang pertemuan. Idealnya sang ketua mempunyai ruangan yang dekat dengan lalulintas apapun saat pertemuan. Kadang, khususnya di sekolah-sekolah atau di beberapa lembaga, ini tidak memungkinkan. Saat dihadapkan pada pengaturan yang tidak layak, sang ketua harus melakukan yang terbaik, dia dapat menyadari bahwa ada kekuatan antiterapi yang berjalan. Ketua juga harus terus mempengaruhi/memberi kesan administrasi bahwa penting memiliki ruang pribadi untuk kerja kelompok.

Beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan pemimpin/ketua tentang pengaturan adalah apakah ruangannya nyaman; seperti apakah dekorasinya, seperti apakah pencahayaan, dan apakah susunan tempat duduk dan kursinya nyaman.

Ukuran relatif kursi perlu dipertimbangkan. Kursi harus ukurannya sama. Jika tidak, ketua harus menyelesaikan masalah ini jika memungkinkan, khususnya dalam kelompok terapi, karena saat anggota duduk dengan bermacam ketinggian dinamika kelompok yang negatif mungkin akan tercipta. Pilihan dalam kasus ini adalah memerintahkan semua anggota duduk di atas lantai. Ketua hanya akan melakukan ini hanya jika ada karpet yang nyaman untuk diduduki dan jika anggota-anggotanya setuju. Lebih memungkinkan seorang ketua tidak akan menggunakan lantai untuk pendidikan, diskusi, atau kelompok kerja. Di kebanyakan situasi kelompok, sangat baik bila kursinya bukan kursi santai, karena anggota hanya cenderung untuk relaks dan tidak terlibat dalam proses.

Pertimbangan lain adalah apakah menggunakan meja atau tidak. Dalam kebanyakan kasus, lebih baik tidak menggunakan, karena meja cenderung menjadi penghalang antar anggota. Tapi ada saatnya saat sang ketua mungkin memerlukan meja, khususnya dalam kelompok tugas dan kelompok pendidikan tertentu.

Saat semua ini diperhatikan, masih ada hal lain yang perlu dipertimbangkan. Biasanya susunan tempat duduk yang terbaik adalah lingkaran, di mana setiap anggota dapat melihat satu sama lainnya. Ketua akan berhati-hati bahwa beberapa anggota tidak terhalang oleh anggota lainnya yang berdiri agak tegak. Jika hal ini terjadi, ketua dapat meminta mereka untuk bergeser mundur sehingga tak seorangpun merasa terabaikan. Jika kelompoknya terbagi luas, mungkin tidak masalah untuk diskusi, pendidikan, atau kelompok tugas, tapi akan menjadi masalah kelompok terapi dan dukungan/support. Lingkaran yang lebih kecil sering melahirkan perasaan lebih dekat, dan anggota lebih mempunyai kecenderungan untuk berbagi.

Komposisi Anggota

Sebuah keputusan komposisi kelompok yang dibuat ketua adalah apakah keanggotaan akan “terbuka” atau “tertutup” Beberapa kelompok terapi menerapkan kelompok tertutup---yaitu tak seorang pun anggota baru diijinkan sekali kelompok tersebut terbentuk---sementara yang lain menerapkan kelompok terbuka, di mana anggota bergabung atau keluar secara periodik. Maksud kelompok dan populasi yang dilayani biasanya menentukan pilihan ketua. Dalam banyak kasus keanggotaan tertutup lebih menguntungkan. Namun demikian, banyak kelompok terbuka yang sangat efektif, seperti Alcoholics Anonymous. Dalam beberapa tempat, seperti di rumah sakit atau rumah peristirahatan di mana ada anggota baru mingguan, kelompok dengan keanggotaan terbuka mungkin menjadi suatu keharusan.

Barangkali dinamika kelompok yang paling mendasar untuk dipertimbangkan adalah apakah anggotanya sukarela atau tidak sukarela. Tentu akan sangat baik jika semua kelompok bisa menerapkannya dengan cara sukarela. Meski demikian, pengaturan seperti Lembaga Pemasyarakatan, dan sekolah sering mewajibkan partisipasi kelompok. Saat mengatur kelompok di mana tidak terdapat anggota suka rela, penting untuk merencanakan pengakomodasian dinamika ini.

Jika ketua mengabaikan kenyataan bahwa beberapa anggota tidak ingin ada, dia tidak akan menunjuk satu dari faktor-faktor yang sangat penting: sikap para anggota. Baik Yalom (1985) dan Corey (1985) menyatakan bahwa sering kali sikap negatif dalam kelompok dapat ditransformasikan oleh kemampuan ketua untuk menyiapkan anggota-anggota kelompok. Corey lebih jauh menyatakan bahwa anggota akan mengubah sikap negatif mereka jika dua sesi pertama berjalan dengan lancar. Agar tercipta sesi pertama yang berhasil, ketua harus merencanakan kelompok dengan asumsi bahwa akan ada sikap negatif. Di bawah ini adalah tiga contoh tentang apa yang harus dikataakan ketua pada anggota non sukarela selama sesi pertama.

Saya menyadari bahwa banyak di antara anda yang tidak ingin berada di sini dan mungkin berpikir ini akan membuang-buang waktu. Apa yang dapat saya sampaikan adalah bahwa saya berharap anda setidaknya meluangkan waktu. Saya pikir saya mempunyai beberapa hal yang telah direncanakan yang mungkin akan menarik anda.

Karena anda bukan anggota sukarela dalam kelompok ini, saya membayangkan bahwa anda mungkin berperasaan negatif berada di sini. Anda akan diberikan kesempatan untuk mengutarakan perasaaan-perasaan tersebut dalam beberapa menit, tapi pertama saya ingin sedikit memberitahu anda apa yang akan kita lakukan dengan harapan anda akan mengetahuinya dan kelompok akan menjadi menarik dan berguna untuk anda.

Tiap kali saya memimpin satu dari kelompok-kelompok ini, ada anggota-anggota yang berusaha untuk berada di sini sejak awal, tapi menjelang akhir mereka berterima kasih padaku karena memberikan waktu untuk mnegutarakan perasaan dan pemikirtannya. Saya tahu beberapa di antara kalian marah dipaksa ke dalam kelompok ini, dan apa yang dapat saya sampaikan adalah bahwa kelompok ini telah membantu beberapa orang dan mereka dapat membantu anda jika anda mengijinkannya. Jika anda akan memberikan kesempatan pada kelompok ini beberapa minggu, saya akan melakukan apa yang saya bisa agar tercipta pengalaman baru yang menyenangkan.

Perlu diketahui bahwa akan ada masanya juga saat apapun yang dilakukan ketua, beberapa anggota akan tetap negatif dan antiterapi. Saat dihadapkan pada situasi seperti ini, ketua sebaiknya menerima bahwa kelompok tidak berjalan sebaik yang diharapkan. Mungkin menjadi gagasan yang baik, jika memungkinkan, untuk membagi kelompok dan membiarkan mereka yang benar-benar negatif duduk di sudut dan melakukan kegiatan lain, seperti membaca, beristirahat, atau bermain game tanpa berisik. Strategi lainnya adalah bertemu dengan keseluruhan kelompok untuk waktu yang sedikit, lalu membiarkan anggota yang negatif dan berdiskusi dengan sisa anggota yang benar-benar tertarik. Hal yang perlu diingat dan direncanakan adalah akan ada beberapa dinamika kelompok negatif pada permulaan kelompok dan mungkin di keseluruhan sesi jika anda memiliki anggota-anggota non sukarela.

Tingkat Kemauan

Salah satu dinamika yang perlu dipertimbangkan ketika memikirkan anggota adalah tingkat kemauan kelompok. Dengan kemauan baik, anggota berusaha membantu daripada menolak, mengganggu, atau bermusuhan. Adalah beralasan bahwa kelompok yang terdiri atas anggota-anggota dengan kemauan yang baik akan lebih mudah dipimpin dibandingkan dengan anggota-anggota yang sedikit kemauan baiknya. Kemauan biasanya menghasilkan tingkat komitmen.

Anggota yang kekurangan kemauan biasanya mereka yang terpaksa dalam kelompok atau mereka yang ingin mengarahkan kelompok atau mempunyai perhatian utuh. Para anggota yang demikian mempunyai sedikit-bahkan tidak mempunyai- komitment terhadap kelompoknya.

Bagaimana seorang ketua mengetahui jika ada kemauan baik? Cara terbaik untuk menilai ini adalah hanya dengan mengamati anggota anda. Anda dapat selalu mengatakan bagaimana perasaan mereka dalam kelompok tersebut. Jika anda tidak yakin, bawalah topik tersebut ke dalam diskusi. Tanyakan saja “Bagaimana perasaan anda semua dalam kelompok ini?”

Seperti yang telah kita sarankan, tingkat komitmen kelompok berkaitan erat dengan tingkat kemauan baiknya. Saat komitmennya rendah, anggota akan cenderung menyingkir, menunjukkan minat yang kecil, berkontribusi sedikit, melakukan hal-hal yang mengganggu, berargumentasi dengan ketua, atau menyerang satu dengan lainnya. Dengan kata lain, semua jenis dinamika kelompok yang negatif akan terjadi saat hanya ada sedikit komitmen. Sebagai seorang pemimpin/ketua anda akan berhadapan dengan kesulitan jika anda memimpin sebuah kelompok anggota yang tidak komitmen. Di bab selanjutnya kami memberikan beberapa saran bagaimana mengatasi komitmen yang rendah.

Tingkat Kepercayaan

Banyak kelompok akan memulai dengan dinamika kemauan dan komitmen yang positif, tapi itu tidak berarti bahwa secara otomatis ada tingkat kepercayaan yang tinggi. Hanya dalam kelompok dengan anggota-anggotanya sudah mengenal dan percaya satu sama lain, kelompok tersebut akan mulai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. Dalam kelompok yang berkemauan dan berkomitmen, kepercayaan biasanya akan tumbuh melampaui waktu jika kelompoknya bergerak ke arah yang positif. Dalam kelompokdengan komitmen dan kemauan rendah, kepercayaan akan jarang berkembang.

Jika sang ketua menjumpai bahwa semua sharing/peranan hanyalah bagian kulit saja/superficial, atau ketua menjumpai bahwa anggota-anggotanya ragu untuk berbicara, dia bisa berasumsi bahwa dinamika kekurangan kepercayaan menjadi alasan yang memungkinkan. Kadangkala kekurangan kepercayaan disebabkan oleh satu anggota negatif yang tidak bisa menjaga rahasia atau dia akan terlalu banyak berpendapat/kritis. Ada sejumlah alasan terhadap kekurangan kepercayaan. Contohnya, beberapa anggota mungkin tidak suka satu sama lain atau mungkin ada beberapa grup sebelum kelompok dimulai atau grup tersebut terbentuk di awal sesi kelompok.

Di hampir beberapa kelompok mana pun, tingkat kepercayaan akan meningkat atau berkurang seiring dengan kemajuan kelompok, dan penting bagi ketua untuk memperhatikan tingkat kepercayaan yang berjalan. Peningkatan atau penurunan ini biasanya tergantung pada bagaimana para anggota bereaksi satu sama lainnya. Memang jika anggota anggota bermusuhan atau mengatakan hal-hal yang melukai anggota lainnya, tingkat kepercayaan akan menjadi rendah. Jadi penting bagi ketua untuk memperhatikan betul terhadap apa yang dikatakan dan pengaruhnya pada anggota lainnya. Pada kelompok perkembangan dan terapi, pernyataan seperti”Setiap orang yang menyerahkan anaknya harus sakit” atau “ Saya pikir orang yang suka tidur harus mengetahui ada apa dengannya” harus diucapkan oleh ketua. Dengan pernyataan semacam itu kita bermaksud bahwa sang ketua perlu mendiskusikan statement tersebut sehingga anggota yang lain akan menyadari ini hanya pendapat orang. Jika ketua membiarkan saja pendapat tersebut tanpa klarifikasi, anggota kelompok bisa jadi mempunyai kecenderungan untuk tidak menampakkan kekhawatiran di kritik. Selamanya, ketua harus memonitor tingkat kepercayaan secara dekat, karena tanpa tingkat kepercayaan yang tinggi, kelompok mana pun akan sulit untuk dipimpin.

Sikap Anggota terhadap Satu dengan Lainnya

Dinamika lain yang harus dipertimbangkan oleh ketua adalah bagaimana perasaan anggota terhadap satu sama lainnya. Di banyak kelompok, mereka akan mengenal satu dengan yang lainnya dengan cukup baik karena tinggal bersama, di kelas yang sama, bekerja bersama dan lain-lainnya.

Perasaan suka dan antipati dapat berkembang dengan sangat cepat. Jika ketua menjumpai bahwa dia mempunyai anggota yang tidak peduli satu sama lain, dia akan mencoba mengubahnya dengan menemuinya secara pribadi untuk mengetahui apakah perbedaannya dapat diselesaikan, meminta beberapa anggota untuk keluar dari kelompok, atau menerima kenyataan bahwa dia akan mempunyai tugas yang sulit yang menanti di depan.

Sikap Anggota terhadap Ketua

Tentu sikap anggota pada aketua harus dipertimbangkan saat memimpin kelompok apa pun. Apa pendapat anggota tentang ketuanya? Apakah mereka menyukainya? Apakah mereka menghormatinya? Apakah mereka mempercayainya? Apakah mereka menghargai keahlian kepemimpinannya dalam kelompok? Dalam banyak kelompok, anggota mempunyai perasaan yang bermacam-macam tentang ketuanya. Kadang semua anggota bisa jadi mempunyai perasaan negatif terhadap ketuanya. Pada kasus seperti ini, ketua perlu memeriksa dinamika ini, karena ini bisa berkaitan dengan gaya dan/atau pengalaman sebagai seorang pemimpin. Seringkali perasaan negatif ini ada pada satu atau dua anggota saja, tapi satu orang yang “menyentil ketua” dapat benar-benar bisa mempengaruhi dinamika kelompok yang positif.

CONTOH :

Ketua : Saya perlu waktu beberapa menit untuk mendiskusikan bagaimana perasaan anda terhadap kelompok kita.

Melvin : (Dengan suara marah) Kenapa anda selalu menyakaan demikian pada kami?! Cuma itukah pekerjaanmu untuk tahu perasaan kami?! Ayo kerjakan sesuatu yang menyenangkan! Semua yang kamu suruh sungguh membosankan!

Dalam situasi ini, ketua tidak ingin fokus pada anggota yang negatif, khususnya jika dia mengetahui bahwa anggota tersebut hanya mau “mencela”nya. Ketua dapat membelokkan dinamika negatif ini dengan mengatakannya dengan suara halus dan lembut seperti ini :

Melvin, saya pikir kebanyakan teman lainnya merasakan hal yang berbeda. (Menunjuk pada sisa kelompok yang ada.) Bagaimana pendapat kalian?

Hal terpenting bagi ketua yang perlu disadari adalah sikap negatif terhadapnya sebagai ketua sangat mempengaruhi interaksi dalam kelompok.

Sikap Ketua terhadap Anggota

Sebuah dinamika sering dilihat berlebihan kecuali pentingnya sikap ketua terhadap anggota kelompoknya. Selama workshop tentang kepemimpinan kelompok, adalah lumrah untuk mendengar ketua kelompok mengungkapkan ketidaksukaannya pada beberapa anggota kelompok. Ada sejumlah alasan kenapa dinamika ini terjadi. Satu di antaranya adalah bahwa anggota yang dipaksa berada dalam kelompok sehingga tidak mempunyai komitmen atau kemauan baik mungkin akan terus mengganggu. Tidak mengherankan bahwa ketua tidak akan menyukai anggota seperti ini. Jika dia bermusuhan, anggota non sukarela, dia harus mencoba untuk tidak memperlihatkannya. Jika tidak, dia akan jengkel dan mungkin menentangnya, yang tidak bagus untuk kelompok tersebut.

Alasan lain yang mungkin adalah bahwa dia diminta untuk memimpin kelompok orang-oranga yang ia tidak sukai. Jika dia tidak dapat menghindari memimpin kelompok tersebut dan tidak dapat mengubah perasannya terhadap anggotanya, dia bisa menambah asisten ketua. Jika ini tidak memungkinkan, ketua mesti meluangkan waktu ekstra untuk merencanakan kelompok tersebut dengan harapan bahwa latihan-latihan dan kegiatan-kegiatan akan membuat kelompok tersebut lebih menarik baik bagi ketua maupun anggota. Jika ketua tidak melakukan hal ini, kelompok tentu akan menjadi kurang menarik.

Pola Interaksi antara Anggota dan Ketua

Satu dinamika kelompok yang terpenting untuk diamati adalah siapa berbicara kepada siapa dan bagaimana tiap anggota berbicara. Adalah lumrah dalam tahap permulaan kelompok, untuk tiap pasang anggota untuk mendominasinya. Ketua harus menyadari hal ini dan mengubah pola dengan menggunakan variasi cutting-off dan keahlian drawing-outyang didiskusikan di bab sebelumnya. Kadang anggota akan terbiasa berbicara hanya dengan ketua atau memilih berbicara dengan beberapa anggota daripada dengan keseluruhan kelompok. Ketua akan mengarahkannya lagi, karena pola tersebut tidak mengarah pada group sharing dan group cohesion.

Pola lain yang harus disadari ketua adalah pola pembicaraan anggota, satu kemudian pembicaraan ketua, kemudian pembicaraan anggota kedua, lalu ketua, kemudian anggota ketiga, selanjutnya ketua---daripada interaksi anggota dengan anggota. Ketua ingin menghindari menciptakan sebuah pola di mana dia merespon setelah tiap-tiap komentar anggota.

CONTOH

Sam : Saya suka Ibu saya tapi saya merasa tidak dekat dengannya sama sekali.

Ketua : Jadi anda tidak merasa dekat dengan ibu anda.

Bill : Saya dan ibu bertengkar terus setiap waktu. Saya tak sanggup mengatakan sesuatu padanya.

Ketua : Anda dan Ibu anda bertengkar.

Ketua ini telah membuat kesalahan dengan merespons anggota setelah tiap anggota berbicara. Seorang ketua yang ahli akan membiarkan anggotanya berkomentar dulu sebelum dia sendiri berkomentar.

Pola lain yang dicari ketua adalah sebagai berikut :

- Anggota mengelompok dengan anggota lainnya

- Seorang anggota menyajikan sebuah masalah dan kelompok lainnya memberikan nasehat (penting ketua menyadari kelompok tersebut bukanlah sesi pemberian nasehat)

Larry : ...Jadi aku tidak tahu apakah aku menelponnya atau tidak

Steve : Saya pikiur kamu sebaiknya tidak usah meneleponnya setidaknya selama seminggu.

Nancy : Aku nggak tahu. Aku kira kamu bisa amenunggu seminggu dan lalu mengiriminya kartu ucapan yang bagus.

Sandy : Kenapa buka kartu yang lucu?

Craig : Menurutku kamu sebaiknya membiarkan dia mau melakukan apa dulu.

- Seorang anggota menyajikan sebuah permasalahan dan kelompok kelompok membantunya (Kadang satu anggota akan mencoba melakukannya berkali-kali.)

- Para anggota selalu memotong tiap-tiap saran anggota lainnya

- Anggota berargumen satu dengan lainnya.

Anggota yang diam bisa jadi atau tidak menciptakan dinamika kelompok yang negatif. Dalam kebanyakan kelompok, keikutsertaan semua anggota sangat diinginkan. Saat seorang anggota banyak diam, beberapa anggota lainnya mungkin akan merasa tidak nyaman, khususnya jika pola ini berlangsung dalam beberapa minggu dan kelompoknya adalah kelompok support atau kelompok terapi. Dalam pendidikan, diskusi, dan kelompok tugas tertentu, anggota yang cenderung diam tidak mungkin menciptakan dinamika negatif karena dalam kelompok semacam ini, anggota-anggota biasanya tidak sensitif terhadap sikap diamnya.

Tahap Kelompok

Saat mengamati dinamika kelompok, camkanlah bahwa kebanyakan kelompok mengalami tahapan perkembangan. Dalam tahapan pertama, dinamika biasanya akan kurang menyenangkan, anggota-anggota “yang merasakan satu sama lain,” anggota-anggota yang bersaing untuk berbagai peran kepemimpinan atau perhatian, dan anggota yang berhati-hati. Di tahap penutup pertengahan dan penutup, dinamika yang berbeda muncul.

Selama tiap tahapan, ketua perlu menyadari dinamika yang berbeda dan lalu memimpin kelompoknya dengan caranmya dan memperhatikannya. Di bab dan bagian berikutnya, kita mendiskusikan dinamika tahapan khusus dan bagaimana melakukannya.

Proses Kelompok

Corey, (1985) mendefinisikan proses kelompok dengan menyatakan bahwa “ini merujuk pada tahapan perkembangan sebuah kelompok dan karakteristik tiap tahapan” (hal 15). (Kottler (1983) mencatat sejumlah asumsi tentang kelompok dan menyatakannya bahwa ada tahap yang berurutan dan dapat diprediksi di semua kelompok. Meskipun bermacam penulis menyebut tahapannya dengan berbeda, hampir semuanya setuju bahwa hal tersebut memang ada (Corey 1985, Dyer & Vriend 1980, Rogers 1970, Trotzer 1977). Kita menggunakan istilah yang sangat sederhana; tahapan permulaan, pertengahan, dan penutup (akhir). Meski kita menyebut tiap tahapan secara detail di bab-bab berikutnya, tinjauan sekilas tentang proses kelompok ini akan sangat membantu dalam hal ini.

Kebanyakan diskusi tentang tahapan kelompok memfokuskan pada kelompok perkembangan, konseling, atau terapi. Namun demikian, kelompok tugas, diskusi, dan pendidikan juga mempunyai tahapan, sepanjang mereka bertemu dalam sejumlah sesi. Jika sebuah kelompok bertemu hanya satu sesi atau sebanyak tiga sesi, prosesnya berbeda. Dalam kasus ini pendapat kita tentang kelompok tersebut sebagai berkembang/maju melalui fase pemanasan dan fase akhir (penutup) menjadi relatif singkat karena waktu pertemuannya begitu pendek. Pada kelompok yang bertemu dalam beberapa minggu atau bahkan bulan, tahapan yang dapat diprediksi nampak jelas dan jangka waktu antara fase pemanasan dan penutupan lebih signifikan.

Tahap Permulaan/Awal

Secara alami semua kelompok akan mengalami tahapan permulaan.. Ini bisa berlangsung di manapun mulai dari satu hingga enam sesi, tergantung pada jenis kelompoknya, jangka waktu tiap sesi, dan komposisi anggota. Kelompok yang tingkat kepercayaannya rendah untuk dimulai, seperti di dalam penjara atau dengan remaja, bisa jadi memerlukan enam sesi untuk mengembangkan atmosfir dan tingkat kenyamanan yang memberikan sharing yang produktif. Dalam beberapa kelompok tugas, perlu sejumlah sesi untuk menentukan tugas dan mengembangkan cara-cara bekerja bersama agar tercapai tujuan/cita-cita.

Tahap Pertengahan

Tahap pertengahan juga disebut tahap bekerja / working stage (Corey 1985, Trotzer 1977), menyinggung kenyataan bahwa selama tahapan ini kelompok ini mencoba mencapai tujuannya. Pada tahapan ini, para anggota belajar materi yang baru, melakukan diskusi yang bagus tentang bermacam topik, atau melakukan terapi dan sharing perorangan.

CONTOH

Sudah selama sepuluh menit sesi ke empat kelompok terapi/sharing berduka atas kematian seorang anak.

Marcetta : Saya sungguh tidak mengira saat saya tiba di sini bahwa kelompok ini dapat membantu saya. Hingga sekarang saya belum berbagi banyak, tapi saya benar-benar ingin mengatakan pada kalian semua bahwa saya merasakan dukungan anda pada hari Minggu saat saya pergi ke makam. (Menangis) Saya diam di sana selama hampir satu jam dan bicara pada anak bayiku dan pada diriku. Itulah pertama kalinya saya di sana dan saya merasakan begitu bersalah karena tidak beranjak, tapi saya kuatir. Saya berharap dia mengerti.

Ketua : Menurutku banyak yang berperasaan sama seperti anda.

Debbi : Saya masih tak bisa beranjak pergi. Saya ingin.

Ketua : Maukah anda bercerita sedikit tentang hal tersebut, dan juga mendengar dari orang lain?

Debbi : Ya, saya kira itu akan membantuku.

Tahap Penutupan

Lamanya tahap penutupan kelompok akan tergantung pada jenis kelompok, lamanya waktu pertemuan dan perkembangannya. Banyak bermacam kelompok hanya memerlukan satu sesi untuk tahap penutupan. Kelompok lain akan memerlukan satu atau tiga sesi.

Meski tahapan-tahapan ini didiskusikan sebagai periode kehidupan yang berbeda, penting menyadari bahwa tahapan-tahapan tersebut tumpang tindih. Kadang sebuah kelompok akan melalui bermacam-macam “permulaan” bahkan setelah pertemuan beberapa minggu. Kadang sharing atau kerja yang sangat pribadi terjadi di sesi pertama meski demikian ini dianggap di tahap permulaan. Yang terpenting adalah bahwa ketua harus menyadari proses dan dinamika kelompok yang mungkin terjadi di tiap tahap. Tentu perencanaan kelompok akan tergantung, sebagian, pada tahapan kelompok. Di bab khusus tentang perencanaan dan tahapan kelompok kita menerangkan sejumlah keahlian yang berguna.

Tujuan Kelompok yang Berbeda

Dalam bagian ini kita mendiskusikan bermacam kelompok yang berbeda dan bagaimana tujuan tersebut berhubungan dengan proses dan dinamika kelompok.

Kelompok Edukasi (Educational Groups)

Tujuan kelompok edukasi adalah untuk menginformasikan anggota tentang beberapa topik dan memintanya berbagi dengan masing-masing anggota belajarnya, pengalamannya, dan pertanyaannya. Dinamika dalam kelompok seperti itu semakin menguat saat anggota dalam tingkat pemahaman yang berbeda tentang pokok persoalan atau saat beberapa anggota merasa lebih nyaman dengan materi tersebut dibandingkan materi lainnya. Sebuah contoh untuk hal yang disebut terakhir tadi boleh jadi dijumpai dalam topik sex. Ketua kelompok pendidikan sex akan menyadari bahwa beberapa anggota memerlukan tahap, pemanasan yang lebih lama dibandingkan yang lainnya dan bahwa beberapa anggota akan lebih terbuka dan lebih nyaman dibandingkan anggota lainnya. Dinamika lain tentang kelompok pendidikan adalah para anggotanya sering memiliki tingkat ketertarikan yang berbeda-beda pada suatu pokok persoalan. Beberapa anggota mungkin ingin pindah ke topik lain, sementara anggota lain ingin ketua menjelaskan lebih lanjut beberapa aspek topik tersebut.

Bagi proses kelompok edukasi, kelompok yang demikian tidak akan terlalu lama melalui tahap permulaan dan tahap akhir. Meski ini nampak jelas, kita telah mengamati ketua yang memulai yang tidak memperhatikan proses kelompok dalam perencanaannya.

Tahap pertengahan kelompok edukasi biasanya akan meliputi penyampaian isi/konten dan diskusi atau pembahasan materinya. Karena setiap anggota mengenal satu dengan yang lainnya dan karena keperluannya meningkat, mereka biasanya diminta untuk menunjukan reaksinya, pertanyaan-pertanyaannya, dan perasaannya.

Kelompok Diskusi

Dalam kelompok diskusi, tujuannya adalah untuk meminta para anggota berpagi pengetahuan dan pendapatnya dan mendiskusikan beberapa pokok persoalan atau topik. Banyak dinamika yang disebutkan bagi kelompok edukasi juga ada di kelompok diskusi. Memang ketua akan membatasi dominasi satu anggota, karena ini akan mengalahkan tujuan tiap orang yang berbagi dan menyebabkan beberapa anggota mundur.

Ketua juga harus waspada pada dinamika anggota yang sangat tidak saling setuju dengan anggota lainnya. Jika ketua tidak memonitor hal ini, diskusinya bisa menjadi debat terbatas, dengan kebanyakan anggota menonton saja.

Bagi proses kelompok diskusi, tahap permulaan sangat penting karena hal tersebut mengatur suasana. Biasanya jika suasananya diatur dengan cocok dan anggota telah disaring dengan benar, kelompok relatif lebih mudah dipimpin.

Kelompok diskusi sering diarahkan pada workshop atau kelas dan karenanya pengalamannya berlangsung sekitar 15 menit hingga sejam. Karena pendeknya waktu tersebut, ketua akan mencoba meminta semua anggota berbagi sesuatu dalam beberapa menit pertama jika memungkinkan. Ini akan melibatkan sejumlah anggota dan memberikan ketua beberapa gagasan tentang apa yang tiap anggota pikirkan.

Kelompok Kerja (Task Group)

Tujuan kelompok kerja hampir selalu untuk menyelesaikan sebuah tugas. Kadang tujuan lainnya hanya membuat orang berkumpul untuk sebuah kontak sosial. Beberapa dinamika khusus kelompok kerja adalah kurangnya kesepakatan tentang apa maksud tugas tersebut; satu ataudua anggota mencoba mendominasi kelompok, dan anggota tidak berkomitment pada tugas, anggota tidak mau bekerja sama, dan anggota tidak mau bekerjasama dengan pemimpin/ketua atau dengan anggota lainnya. Kelompok kerja bisa jadi sangat susah dipimpin karena beberapa dinamika ini, khususnya para anggota yang tidak berkomitmen untuk menyelesaikan tujuan yang telah disepakati.

Bagi proses kelompok kerja ini, saat permulaan seringkali singkat. Kebanyakan waktu digunakan untuk mengklarifikasi tugas dan mengerjakannya, yang bisa dianggap tahap pertengahan. Penutupan kelompok kerja bisa jadi sangat singkat, akhir penutupan bisa bertepatan dengan penyelesaian tugas. Kelompok kerja yang lain akan memerlukan penutupan yang lebih lama.

Kelompok Berbagi (Mutual Sharing Groups)

Tujuan mutual sharing group bisa supportive/mendukung. Dukungan ini dialami melalui para anggota yang saling berbagi kisahnya, mendengarkan, dan peduli satu sama lainnya. Dinamika yang penting diamati meliputi anggota-anggota yang tidak mendukung/nonsupportive; anggota yang menyelamatkan anggota lainnya (yang mencoba menyelesaikan masalah seorang anggota—ada perbedaan antara peduli sesama anggota dengan “menyelamatkan”); kesempatan yang tak sama untuk berbagi; kurangnya kebersamaan. Dinamika yang terakhir seringkali tidak diperhatikan. Contohnya, seorang ketua mungkin membentuk kelompok pendukung yang terpisah dengan keyakinan bahwa satu-satunya kriteria bagi keanggotaan adalah dengan pemisahan. Kelompok boleh terdiri atas anggota-anggota yang baru saja dipisahkan yang sangat menderita seperti orang lain yang dipisahkan selama dua tahun dan ingin berbagi tentang kesendiriannya. Kadang hal ini bisa berjalan lancar, tapi di lain waktu memimpin kelompok semacam ini akan sangat susah karena keperluanya sangat berbeda-beda. Sebagai dukungan, para anggota harus mempunyai ikatan yang sama. Alcoholics Anonymous barangkali kelompok dukungan/support group yang terbaik dan terkenal, dan itu efektif bagi sejumlah orang banyak.

Proses kelompok dari Mutual Sharing Group/Kelompok Berbagi biasannya mengikuti tahap-tahap perkembangan yang penulis jelaskan saat mendiskusikan Kelompok Terapi. Saat permulaan sering kali memerlukan dua atau empat sesi. Selama tahapan ini para anggota berbagi, tapi seringkali sharing/saat berbagi tidak terlalu pribadi seperti dalam tahap pertengahan. Selama tahap pertengahan, personal sharing/saat berbagi untuk tiap anggota akan lebih akrab dan kepedulian akan lebih besar karena para anggota sekarang mengenal satu sama lainnya. Penutupan dari kelompok dukungan/support group bisa jadi sangat emosional dan pengalaman yang mengharukan bagi para anggota.

Beberapa orang mungkin merasa takut dengan anggapan kehilangan kelompoknya sebagai sistem penopang/support system. Karena hal ini, sang ketua akan membiarkan banyak waktu untuk mengakhiri kelompoknya—mungkin sebanyak tiga sesi.

Kelompok Perkembangan/Growth Group

Tujuan kelompok perkembangan adalah meminta para anggota untuk meningkatkan kehidupannya yang sekarang dengan memeriksa nilai/value, pokok persoalan pribadi/personal issues, dan hubungan antaranggota/interpersonal relationships. Dua dinamika yang mungkin terjadi pada kelompok perkembangan adalah bahwa sang ketua akan menyadari bahwa para anggota mempunyai keperluan dan harapan yang berbeda-beda.

Dalam beberapa hal, kelompok perkembangan lebih sulit dipimpin daripada kelompok dukungan/support group karena ada sedikit keseragaman antar anggota. Adalah tugas ketua/pemimpin untuk fokus pada pokok persoalan tersebut yang beberapa diantaranya relevant dengan mayoritas anggota. Misalnya, jika seorang anggota merasa lebih benar, ketua pertama-tama mengecek dengan anggota yang lainnya untuk menentukan jika mereka mempunyai pandangan yang sama. Jika tidak, ketua bisa memilih untuk membantu anggota tersebut di luar kelompok.

Proses kelompok dari kelompok perkembangan sangat serupa dengan apa yang baru kita jelaskan dengan support group/kelompok dukungan. Tahap awal/permulaan biasanya memerlukan dua atau empat sesi, diikuti dengan tahap pertengahan di mana beberapa anggota memilih untuk berbagi dengan cara yang akrab. Meski demikian, beberapa kelompok perkembangan dipimpin secara maraton; yaitu bahwa kelompok tersebut bisa bertemu dalam satu sesi untuk jangka waktu yang lama, seperti misalnya di akhir minggu.

Kelompok Terapi/Therapy Group

Ada satu tujuan utama kelompok terapi; memberikan anggota dengan lingkungan atau suasana terapi di mana mereka dapat berbagi isu pribadi/personal concern dan bekerja untuk mengatasinya. Dinamia dan proses kelompok dalam kelompok terapi sangat beraneka ragam tergantung pada siapa anggotanya dan gaya pemimpin/ketuanya. Beberapa ketua/pemimpin seperti Yalom (1985) dan Rogers (1970), merasakan bahwa para anggota dan proses kelompok adalah pelaku utama perubahan (primary agent of change). Pemimpin atau ketua yang lain, seperti Dyer dan Vriend (1980), kurang menekankan dalam dinamika dan proses kelompok dan lebih menekankan pada ketua atau pemimpin sebagai pelaku perubahan. Dalam kelompok yang dipimpin oleh Dyer dan Vriend, ada banyak konseling perorangan, sebaliknya dalam kelompok yang dipimpin oleh Yalom atau Roger ada sedikit terapi perorangan. Corey (1985) nampaknya berada di tengah dua posisi ini, yakni menekankan tahap kelompok dan peran anggota di dalamnya tetapi juga membolehkan pemimpin/ketua untuk berperan aktif dalam terapi.

Dinamika yang beragam menspesifikkan kelompok terapi. Para anggota boleh jengkel dengan yang lainnya karena terlalu diam, terlalu terbuka, atau terlalu “bersama”. Karena para anggota dalam kelompok terapi beraneka ragam dalam hal tingkat kesehatan mental mereka, kesempatan untuk dinamika yang kompleks di antara mereka lebih besar dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain yang telah kita diskusikan.

Kelompok terapi hampior selalu melewati sebuah proses perkembangan yang tahap permulaannya bisa dua hingga lima sesi. Tahap pertengahan kelompok terapi adalah tahap di mana para anggota berbagi kehidupan mereka yang rinci dengan harapan bekerja melalui perhatian dan duka (pain) mereka: apa yang Corey (1985) sebut sebagai “Tahap bekerja/working stage”. Tahap akhir bisa berlangsung di manapun dari satu hingga empat sesi, karena sangat sering sebuah kelompok terapi akan menjadi sangat penting bagi para anggota dan perlu waktu untuk berakhirsecara berangsur-angsur.

Komentar Kesimpulan/Concluding Comments

Dalam bab ini kita mendiskusikan dinamika dan proses kelompok yang menurut kami perlu diketahui atau disadari oleh para pemimpin agar lebih efektif. Dinamika kelompok mengarah pada sikap dan interaksi para anggota dan pemimpin dan berbagai hal seperti pengaturan/setting pertemuan, besarnya kelompok, kepercayaan/trust, komitmen, dan kemauan baik/goodwill dari anggotanya, serta sikap anggota dan pemimpinya.

Kelompok proses menggambarkan tahapan-tahapan kelompok. Kita membagi evolusi kelompok menjadi tiga tahap : Awal/permulaan, pertengahan, dan akhir. Pemimpin perlu menyadari masing-masing tahapan ini dan dinamikanya secara berurutan. Hampir semua kelompok akan mengalami tahapan ini, tapi jumlah waktu yang dihabiskan di tiap tahap yang diberikan bervariasi sesuai dengan jenis kelompok dan kebutuhan serta kepribadian para anggotanya.